Menjadi Wali Kelas 2 SD
sebenarnya tugas yang gampang-gampang susah. Walaupun sejak pertama kali
–belajar- mengajar sudah menjadi wali kelas 2, tapi tetap saja beragam siswa
dengan beraneka keunikan mereka sering ditemui. Sepanjang perjalanan –belajar-
mengajar, masalah utama yang dihadapi adalah masih banyaknya siswa yang belum
fasih menulis dan membaca. Bahkan di tahun ajaran 2014-2015 lalu, saya
menemukan siswa yang sama sekali tidak bisa mengingat bentuk alphabet.
Sementara itu, tuntutan dari
silabus pembelajaran cukup luas. Siswa dituntut untuk mampu membaca dan menulis
dengan baik. contohnya saja dalam pelaksanaan ulangan harian. Siswa dituntut
untuk bisa membaca dan memahami soal sehingga bisa menjawab pertanyaan dengan
benar. Padahal kenyataannya di lapangan tidak bisa semudah demikian. Alhasil,
sebagai wali kelas yang baik (lebih tepatnya mungkin menjaga reputasi agar
tetap baik) saya melaksanakan ulangan dengan membacakan soal sehingga
siswa-siswi saya tinggal menjawab soal. Itupun masih banyak yang keliru saat
menulis.
Khususnya dalam mata pelajaran
Bahasa Indonesia, tuntutan untuk bisa membaca dan menulis sangat tinggi. Bahkan
dalam suatu kompetensi dasar, siswa kelas 2 saya sudah diharuskan mampu membaca
puisi sederhana. Sekali lagi MAMPU MEMBACA PUISI.
Hal ini menurut saya merupakan
suatu capaian kompetensi yang sulit. Bayangkan siswa kelas 2 SD yang membaca
saja masih belepotan, diharuskan MAMPU membaca puisi. Ya. Membaca puisi
merupakan salah satu kemampuan berbahasa tingkat tinggi menurut saya mah. Karena membaca puisi itu tidak
cukup sekedar membaca kata-kata, tetapi harus juga memunculkan perasaan dan
ekspresi dari puisi tersebut. Agar perasaan dan ekspresi ini muncul, tentu saja
si pembaca puisi harus bisa memahami isi dari puisi yang akan dibacakannya.
Nah lho! Harus bagaimana coba?
Dari silabus dituntut untuk mampu, sementara kebanyakan siswa-siswi saya
membaca saja masih belepotan. Maka mulailah saya memutar otak. Sambil saya
berpikir, program pembelajaran saya majukan. Saya Skip dulu pembelajaran membaca puisi ini.
Dan entah mendapat ilham
darimana, saat sedang iseng membuka-buka buku pembelajaran Bahasa Indonesia,
lalu saya menemukan sebuah puisi (karena disana tertulis seperti itu). Tapi,
kata-kata dalam puisi tersebut sangat familiar dalam kepala saya. Maka, ngahulenglah saya beberapa saat. ~~~~~~~
Kurang lebih seperti ini puisi
tersebut:
Pemandangan
Memandang
alam dari atas bukit
Sejauh
pandang kulepaskan
Sungai
tampak berliku
Sawah
hijau terbentang
Bagai
permadani di kaki langit
Gunung
menjulang berpayung awan
Oh..
indah pemandangan
Lama-lama, berkumpullah memori
saya. Ternyata ini adalah lagu Pemandangan. padahal saya sudah berulangkali
menebak-nebak bagaimana pembacaan puisi tersbut. Dari situlah tiba-tiba saya
teringat. Mungkin kebodohan saya ini justru bisa menjadi salah satu cara
membelajarkan puisi ke siswa-siswi saya. Namun, caranya justru saya balikkan.
Saya akan mengajarkan lagu Pemandangan ini dulu kepada siswa saya, tujuannya
agar mereka hafal dulu lagu ini. Karena berdasarkan pengalaman, anak-anak
cenderung lebih mudah menghafal apabila dikombinasikan dengan lagu. Baru
setelah mereka hafal lagu ini, saya akan coba membelajarkan membaca puisi pada
mereka.
Percobaan Hari Ke-1
Seperti biasa, hari Jumat adalah
jadwal pelajaran Bahasa Indonesia selain Hari Senin dan Selasa. Hari Jumat ini,
saya mulai mengenalkan lagu Pemandangan kepada siswa saya. Sampai suara serak
juga, nada yang mereka keluarkan masih meleset-meleset dari lagu sebenarnya.
Cukup tersenyum saja menanggapi kenyataan ini. Inilah seninya mengajar. J
Percobaan hari ke-2
Hari Senin, sebelum masuk ke
dalam kelas, dari kejauhan terdengar mereka sedang ramai bernyanyi lagu
Pemandangan walaupun masih dengan nada yang meleset-meleset. Tapi, justru jadi
menambah semangat saya untuk terus mengajarkan mereka sampai mereka bisa.
Alhasil hari ke-2 ini masih digunakan untuk menghafalkan lagu. Namun saya
tambahkan dengan memberi mereka tugas untuk menulis.
Percobaan hari ke-3
Hari selasa, berhubung nampaknya
mereka mulai hafal lagu Pemandangan ini. Maka, saya memutuskan untuk mencoba
mengetes mereka bernyanyi satu persatu. Lumayan menambah nilai SBK juga. Ternyata,
sebagian besar mereka sudah hafal lirik lagu pemanadangan ini. Tapi masih
dengan nada yang meleset. Bahkan ada beberapa siswa yang malah jadi menggunakan
nada lagu lain yang mereka kenal. Cukup menyenangkan mendengarkan mereke
berimprovisasi.
Percobaan hari ke-4
Hari Jumat, setelah mengetahui
anak-anak sudah hafal lirik lagu pemandangan maka langkah selanjutnya adalah memperkenalkan
mereka kedalam pembacaan puisi. Karena tidak begiitu ahli dalam deklamasi
puisi, akhirnya saya memutuskan untuk mengajak mereka nonton pembacaan puisi.
Saat menunjukkan penampilan membaca puisi, mereka sangat antusias. Tak jarang
mereka ingin berkomentar selama pertunjukan. Namun karena saya memberikan
aturan dilarang berisik dan berkomentar apapun, sepanjang pertunjukan mereka
hanya diam saja.
Jadinya saat pertunjukkan
selesai, keluarlah berbagai macam komentar dari mulut mereka. Mulai dari yang
berkomentar, keren, bagus, sampai ada yang berkomentar lucu. Selanjutnya saya
memancing mereka untuk mencoba menirukan pembacaan puisi yang sudah mereka
tonton. Awalnya mereka ragu-ragu, tapi akhirnya mereka mau.
Pelajaran hari ini diakhiri
dengan memberikan mereka PR untuk mencoba membacakan lagu Pemandangan dengan gaya
membaca puisi. Tentu saja mereka langsung bersorak tidak suka. Dengan gaya cool, saya melenggang meninggalkan
mereka yang masih menggerutu menolak.
Hari Sabtu, sengaja saya tidak
menyinggung-nyinggung masalah puisi. Tapi, justru mereka yang malah riweuh
ngobrol-ngobrol masalah membaca puisi. Tujuannya sih supaya mereka tidak merasa
dirurusuh sama gurunya. Tapi, ternyata yang ada mereka malah semakin penasaran.
Hehehe.
Hari Eksekusi
Hari Senin kali ini, siswa kelas
2 nampak lebih bergairah dari biasanya. Bahkan saat upacara juga mereka terus
berkomentar ingin segera selesai upacara dan segera masuk kelas. Ada yang
terus-terusan bilang degdegan sampai telapak tangannya
Akhirnya, tibalah waktunyna
eksekusi. Tidak sabar rasanya melihat penampilan mereka membacakan puisi.
Karena bagi saya kali ini adalah kali pertama menyaksikan mereka menampilkan
sesuatu yang baru bagi mereka sekaligus
sesuatu yang mereka persiapkan dengan asyik.
Untuk menambah semangat mereka,
penampilan baca puisi ini saya kemas seperti lomba kecil-kecilan, sengaja saya
buat susunan acara plus sedikit hadiah bagi juaranya nanti. Hal ini tentu saja
mendapatkan reaksi yang beragam dari
para siswa. Ada yang justru makin semangat, makin gak sabar untuk
tampil, ada yang makin gemeteran karena grogi, dan adaaaaa yang makin kenceng
menghafal kata-kata puisi.
Singkat cerita, mulailah saya
memanggil satu persatu siswa saya untuk maju ke depan dan membacakan puisi.
Satu dua dari mereka mulai tampil. Untuk penampil pertama, sengaja saya memilih
siswa yang sudah biasa vocal di kelas. Tujuannya sih untuk memanaskan suasana
persaingan diantara mereka. Mulailah si penampil pertama ini tampil. Awalnya
berjalan dengan baik. lancar dan nyaman didengarkan. Namun, saat pertengahan
siswa ini berusaha menaikkan nada yang dia gunakan. Karena kebetulan di contoh
pembacaan puisi kemarin ada bagian dimana si pembaca puisi itu sedikit
“berteriak”. Nah, siswa ini juga sepertinya terinspirasi dari penampilan itu.
Dia ingin sedikit berteriak tap Berhubung suara siswa ini memang sedikit
serak-serak basah jadinya yang ada suaranya malah . selip. Tertawalah seluruh
kelas. Untungnya, siswa ini mentalnya cukup bagus. Dia dengan pedenya malah
meneruskan pembacaan puisinya.
Lucu dan penuh hiburan
menyaksikan satu persatu dari mereka tampil. Bahkan seorang siswa membuat saya
tidak berhenti tertawa karena penampilannya. Dia pada baris pertama cukup baik
memulai pembacaan puisinya. Baris kedua, konsentrasinya sedikit terganggu,
lupalah kata-kata puisinya. Dia mencoba mengingat-ingat dengan cara menyanyikan
lagunya. Setelah ingat, dia mulai membacakan baris kedua dengan cukup baik.
tapi di baris ketiga tanpa dia sadari dia malah menyanyikan lagu bukan membaca
puisi. Karena teman-temannya tertawa barulah dia sadar. Dengan gaya tengilnya
dia mencoba mengulangi lagi pembacaan puisi dari baris pertama, namun kejadian
menyanyi di baris kertiga kembali terulang. Terus saja sampai 4 kali
pengulangan kejadian ini terjadi.
Setelah semua siswa tampil dan
pipi saya pegel karena terlalu banyak tertawa, saya memberikan penilaian secara
keseluruhan atas tampilan mereka di depan kelas. Menyenangkan mendengarkan
mereka memberikan penilaian juga atas tampilan teman-temannya. Ada saja yang
membuat mereka tertawa dan merasa lucu. Diumumkanlah juara yang menurut saya
dan mereka cukup baik membaca puisi. Mereka luar biasa antusias. Bahkan ada
yang berkomentar “Bu, resep gening maca puisi teh”. Dalam hati saya juga berkomentar,
“resep ibu ge kalian semangat belajar seperti ini”.
Mungkin jika dinilai oleh pakar
dan penikmat puisi, pembacaan puisi siswa saya jauh dari kata ‘bagus’. Dan
sepertinya kompetensi membacakan puisi ini juga belum tercapai. Tapi, bagi saya
menyaksikan mereka dengan penuh semangat menghafal lagu, mempersiapkan diri
membaca puisi, merupakan suatu kebanggaan. Apalagi saat melihat mereka tampil
satu persatu, dengan penuh percaya diri (walaupun ada satu dua siswa yang
malu-malu) menunjukkan apa yang sudah mereka persiapkan sangat menyenangkan
rasanya.
Sepertinya, saya termasuk jenis
orang yang mudah puas dengan suatu pencapaian. Begitu juga dengan saat ini.
Melihat mereka sepeti tadi saja tidak lantas membuat saya keukeuh mengajarkan
mereka agar lebih beneran lagi baca puisinya. Justru malah membuat saya merasa
‘cukup segitu aja’. Karena menurut saya, jika dipaksakan lebih mendalam lagi,
sementara bagi mereka membaca cerita biasa saja susah, takutnya rasa resep
mereka malah berubah jadi tidak resep, lebih jauhnya saya takut mereka merasa
bosan dan malas belajar puisi lagi. Saya jadikan bahan PR saja untuk
pembelajaran ke depannya atau mungkin di tingkat yang lebih tinggi nanti
diajarkan oleh guru yang lain.
Ternyata, kebanggaan terbesar
seorang guru (khususnya bagi saya pribadi saat ini) adalah ketika siswa merasa
senang dengan pembelajaran yang kita sampaikan dan mereka dengan sepenuh hati
mengikuti pembelajaran itu. Bahagia saat melihat mereka tertawa senang saat
belajar. Bangga luar biasa saat mereka berani tampil. Mungkin mereka belum bisa
memberikan penampilan yang sempurna, tapi semangat mereka sungguh sempurna
membangkitkan semangat untuk lebih baik lagi saat mengajar.
Saya sepenuhnya percaya, siswa
akan berkembang dengan baik jika gurunya melakukan usaha terbaik untuk menggali
dan mengembangkan potensi siswa-siswanya. Practice
makes perfect _unknown_