“Oppa……..”
Lagi-lagi suara
cempreng itu terdengar persis saat pintu masuk berderit terbuka.
“Sudah kubilang
jangan panggil aku Oppa, anak kecil!” seruku sambil meletakkan buku yang tengah
kubaca.
“Mau pesan
apa?”tanyaku sebelum suara cemprengnya terdengar lagi..
“Spaghetti bolognise
dan jus mangga.” jawabnya dengan enteng
“Ordered!” kataku
sambil berlalu menuju dapur.
“Gomoyo oppa!”
terdengar suara cempreng itu meneriakkan kata-kata yang tidak aku mengerti.
Dasar anak aneh.
Namanya Nurul. Kelas XI SMA. Karena sekolah dan rumahnya berdekatan dengan toko
tempatku bekerja, dia hampir setiap hari mampir ke toko ini. Sekedar membeli
makanan dan berkumpul dengan teman-temanya, atau hanya memesan segelas jus
alpukat sendirian sambil ditemani laptop putihnya, menonton drama korea
katanya.
Akibat dia terlalu
sering nonton drama korea itulah dia sering mengeluarkan kata-kata bahasa Korea
yang tidak aku mengerti. Salah satunya yang menggangguku adalah dia kerap
memanggilku ‘Oppa’. Heyy. Aku baru 25 tahun.
“Oppa itu artinya
kakak laki-laki. Sama halnya seperti panggilan Abang, akang atau Aa.” Katanya
ketika aku memprotes panggilannya.
“Tapi, tetap saja Nur.
Itu membuat abang berasa dipanggil Kakek. Berasa udah tua!” bantahku.
“Ahhh.. Andri oppa
kuper. Masa yang begitu saja tidak tahu. Gak gaul ahh!” katanya sambil
memanyunkan bibir dan mengalihkan pandangannya pada laptopnya yang sedang
dipenuhi adegan-adegan drama Korea, ngambek. Kalo sudah begini aku memilih
meninggalkannya.
Dan kali ini, ketika
aku hendak mengantarkan pesanannya, dia tampak tengah menangis sambil
memandangi laptop putihnya. Ahh lagi-lagi menangis karena menonton film. Dasar
perempuan!
“sudah nangisnya.
Makan dulu!!”Kataku sambil meletakkan sepiring spaghetti dan jus alpukat
pesanannya.
“Oppa….” Katanya
tepat saat aku hendak melangkahkan kakiku meninggalkannya.
“sudah kubilang
jangan panggil aku OPPA.” Kataku sambil berbalik ke arahnya.
“Tokomu sedang sepi
kan? Bisakah oppa menemaniku duduk disini? Aku sedang butuh teman, oppa.”
Katanya sambil menunduk.
“kenapa kau datang
sendirian kalau kau sedang butuh teman? Kemana teman-temanmu yang selalu bikin
rusuh tokoku?” kataku cuek. Namun, jujur dalam hati aku merasakan ha yang
ganjil dari Nurul. Karena seringnya dia datang ke tokoku, sedikit-sedikit aku mulai
mengenalnya. Menganggap dia adikku sendiri.
“Bukan teman-teman
seperti mereka. Mereka hanya teman bercanda. Aku sedang ingin berbicara serius.
Mungkin dengan oppa bisa” katanya, dan manik mata kami bertemu. Kalo sudah
begitu, aku tak akan bisa menolak apapun permintaannya.
Kuseret kursi yang
dekat dengan kakiku. Kutempatkan tepat diseberang mejanya.
“Oke ceritakan apa
yang ingin kau ceritakan. Dengan syarat jangan panggil Oppa selama kau
bercerita!” ancamku, galak.
“Tapi opp….” Belum
selesai dia berkata aku memotongnya dengan isyarat tangan hendak pergi.
“Okeeee abang!”
katanya sambil memelas. Nampaknya dia memang sedang sangat butuh teman
bercerita.
“Apakah kau pernah
jatuh cinta bang?” tanyanya.
Aku mengerutkan
dahiku. Cinta? Kenapa anak ini tiba-tiba berbicara tentang cinta?
------ TO BE CONTINUED --------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar